Pertanyaan itu terontar dari mulut seorang bocah yang baru beranjak SD. Bapaknya dengan bijak mulai berbicara, "nak, hak mu tuh ada banyak mau bapak ceritaiin semua?" dengan spontan, si anakpun menjawab "iya dong pak!"
Kawan, Hak kita sebagai anak Indonesia pada khususnya, dan anak dunia pada umumnya tuh ada banyak loh. Maaf kalau saya bersoloroh sedikit, tapi, sebagai anak, kita punya banyak hak dan kewajiban yang mesti dipenuhi. Kita mulai dari hak kita sebagai anak Indonesia yang didasari oleh amandemen UUD 1945 Pasal 28C ayat 2, "Bahwa setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia."
Dari ayat ini, bisa kita lihat bahwa kita sebagai anak Indonesia bisa dan seharusnya menuntut pemerintah untuk memberikan semua anak Indonesia kesempatan untuk mengembangkan diri. akan tetapi, perlu kita ketahui pula bahwa kondisi Indonesia saat ini tidak memadai untuk pemerintahnya mengurusi keadaan anak bangsanya sendiri. yang bisa dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah mengurusi perutnya sendiri.
Pasti banyak yang bertanya dari mana saya bisa melabel pemerintahan saat ini mengurusi perutnya sendiri. hal itu saya simpulakan dari fakta bahwa gaji saeorang pejabat tinggi negara sebulannya pada hakikikanya bisa dan cukup untuk menghidupi secara sederhana dirinya, keluarganya, dan sebuah keluarga miskin. akan tetapi, dari sekian banyak pejabat tinggi negara, ada berapa sih yang mau menyisihkan gajinya sebagai pejabat tinggi negara untuk kesejahteraan negaranya?
para pejabat tinggi negara bisa saja berkata bahwa sudah ada anggaran yang dibuat untuk para anak-anak yang kurang beruntung dan sebagainya dengan memperhatikan kebutuhan mereka dan sebagainya.. akan tetapi, bila kita melongok keluar sebentar, bisa kita lihat bagaimana dana yang dianggarkan oleh pemerintah kurang, sangat kurang bahkan. lalu, setiap tahun, sepertinya ada saja dana yang bisa diadakan sewaktu-waktu ketika para pejabat tinggi negara melakukan lawatan ke negara tetangga. apalagi dengan adanya kenaikan BBM, sepertinya pemerintah makin menekan hak anak Indonesia.
tapi apa daya kita sebagai anak bangsa ini? Yang bisa kita lakukan sekarang adalah belajar dengan tekun, sukses berkarir, lalu mulailah peduli dengan generasi penerus kita.
Sepertinya sudah cukup sosio kritik kita. Kembali ke topik utama kita kali ini. kali ini, kita akan membahas tentang hak kita sebagai anak. Apa aja sih hak kita sebagai anak? Hak kita sebagai anak, seperti yang disebutkan dalam UUD 1945 pasal 28b&c, serta UU Perlindungan Anak, bahwa kita, sebgai anak-anak, berhak untuk mendapat pelayanan kesehatan, untuk mendapat pendidikan, untuk mendapat perlindungan, dan seterusnya, ada banyak artikel lain yang membahas hal ini...
tapi, siapa aja sih yang dikategorigan sebagai anak oleh pemerintah? Menurut UU PA bab I pasal 1 ayat 1, seorang anak adalah "Seorang yang belum berusia 18(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan." Akan tetapi, sesunguhnya, siapakah anak yang berhak menuntut perlindungan?
Menurut hasil sensus penduduk tahun 2000, proporsi jumlah anak dan remaja berusia 0-14 tahun mencapai hampir 30% dari jumlah total penduduk, dan dengan menambahkan jumlah anak yang berusia 15-80, jumlah anak secara keseluruhan mencapai lebih dari 1/3 jumlah total penduduk indonesia. Hal ini secara demografi tidak menguntungkan bagi negara Indonesia. Akan tetapi, kalau angka ini bisa dikurangi dan angka ketahana seseorang untuk hidup dapat ditingkatkan, Indonesia mungkin bisa menjadi bangsa yang hidup.
dengan Indonesia sebagai salah satu negara penggagas perlindungaan hak anak. hal ini mebuat pemeintah indonesia mengengembangkan Program Nasional Bagi Anak Indonesia. program berjangka waktu 10 tahun ini mengedapankan 4 bidang, yaitu bidang kesehatan anak, pendidikan anak, perlindungan anak, dan Penanggulangan HIV/AIDS.
Pada kesempatan kali ini, saya ingin mengedepankan program Perlindungan Anak yang terlihat kurang digaungkan, sedangkan Program Hak memperoleh fasilitas kesehatan dan Hak memperoleh pendidikan sudah mulai terlihat. akan tetapi sudah ada kok aksi pemerinatah yang memperlihatkan kepedulian negara dalam hal ini seperti kepres no 88 ttg penghapusan perdagangan perempuan dan anak, lalu kepres no 87 tentang penghapusan eksploitasi seksual komersial anak yang keduanya dikoordinir oleh MenegPP dengan anggota gugus tugasnya yang tersiri darri parar penegak hukum, yaitu polisi, kejaksaan, kehakiman, dll. Lalu Kepsres no 59 tentang rencana aksi nasional tentang pekerjaan terburuk bagi anak yang gugus tugasnya dipimpin oleh departemen Tenaga Kerja.
menilik beberapa pasal pada UU, seperti pada UUD 45, pasal 28b. lalu UUHakAsasiManusia pasal 33, 29, dan UUPA pasal 13, dan 59. yang semuanya pada dasarnya mengamanatkan negara untuk ngurusin anak bangsanya sendiri. tapi...
30 % PSK adalah anak dibawah umur. sebuah fakta yang bisa membuat bulu kuduk merinding, hal ini diperparah ketika fakta berbicara bahwa sebagian besar anak yang menjadi PSK dijerumuskan oleh baik orangtuanya maupun oleh PSK dewasa yang berasal dari desa/kota yang sama. fakta menydihkan lebih lanjut juga menyatakan bahwa terdapat sebuah bentuk organisasi yang tidak terlihat yang membelakangi kegiatan ini.. hal ini bisa dibuktikan dengan fakta bahwa sebagian besar memalsukan identitasnya, dan bahwa 30% PSK berusia 18 tahun, maka 60% dari PSK merupakan tergolong anak-anak dan remaja.
Kemiskinan, urbanisasi, pendidikan rendah, "unemployment", perkawinan dan perceraian pada usia muda, kekerasan sosial pada masa anak-anak meerupakan pendorong utama anak untuk menjurumuskan dirinya mejadi pekerja seksual komersil. sepertinya hal-hal diatas juga merupakan penyebab maraknya "child trafikking" atau Perdagangan anak.
sebuah fakta lain yang menyebutkan bahwa nilai tradional yang menyatakan bahwa anak merupakan hak milik masih juga belum bisa hilang. padahal, sebagai anak, kita sudah memiliki hak untuk didengar kemauannya serta hak untuk tidak didiskriminasikan apapun ras, bangsa dan agama kita.
Banyak anak yang menjadi korban kekerasan dalam keluarga dan sekolah. Seringkali banyak kasus yang kemudian tidak bisa ditindak lanjuti karen belumadanya set hukum yang mengatasi hal ini. MenegPP sebagai instansi pemerintah yang mendapat mandak khusus dari presiden untuk mengatasi problematika ini sejak tahun 2001, hendak mengembangkan dan menyusun sebuah set hukjum yang kemudian berlaku nasional. UU yang sedang dikembangkan ini nantinya akan menjadi dasar hukum untuk para penegak hukum menindak lanjuti kasus-kasus yang makin ytahun semakin banyak. Bisa dilihat dalam kurun waktu 3 tahun, 1999-2002, terdapat 810 kasus yang menyangkut masalah ini. bila hal ini tidak bisa ditangulangi, maka pada tahun 2005 ini, akan terdapat 1000 kasus. 80% korban dari kasus-kasus ini adalah anak dibwah 15 tahun. 66% korban mengenali pelaku kejahatan, dan 7,2% pelaku adalah orang tua sendiri. Pada tahun 1996 saja tedapat 118 kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru, melebihi 19 kasus yang dilakukan oleh orang tua korban. menyedihkan memang, akan tetapi hal ini adalah fakta yang diambil langsung dari lapangan.
Salah satu kategori yang rentan terhadap "Child Abuse" adalah Anak Jalanan yang merepresntasikan 1% dari kesuluruhan anak indonesia. itupun yang tercatat. entah ada berapa persen anak jalanan yang tidak tercatat mungkin bisa jadi lebih dari 10%. hal ini diakibatkan karena ada 60% anak indonesia yang tidak memiliki akte kelahian walaupun proses pembuatan akte kelahiran secara nasional sudah dicanangkan untuk digratiskan. Akan tetapi yang menjadi hambatan adalah pembuatan akte tersebut oleh pihak rumah sakit seperti disulitkan. Bahkan untuk melahirkan saja disulitkan... Tidak hanya rumah sakit yang menjadi hambatan, akan tetapi fakta bahwa biaya yang diperlukan untuk membuat akta lebih mahal daripada biaya persalinan. Bayankan biaya transportasi, biaya untuk
Selain rentan terhadap child abuse, anak jalanan juga rentan terhadap penyalahgunaan NAPza. Selain itu, para anak jalanan juga rentan untuk diperdagangkan sebgai pekerja maupun sebagai pekerja seksual komersial. dari berbgai fakta yang ada, bisa disimpulkan bahwa permasalah mendasar di Indonesia pada khusunya adalah banyaknya anak jalanan, yang apabila ditangani dengan serius bisa sekaligus mengurangi angka anak yang menjadi korban kekerasan, berkurangnya anak yang diperjualbelikan, mengurang anak yang berurusandengan hukum. pokoknya, kalau semua rakyat indonesia serius menangani masalah anak jalanan, maka sekaligus memberikan anak haknya untuk mendapat perlindungan. akan tetapi, upaya untuk bisa sampai kekondisi utopis seperti itu memerlukan peran aktif berbagai belah pihak. seperti pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang peduli tehadap anak demi kepentingan terbaik anak, kalangan industri dengan menyediakan lapangan pekerjaan untuk para anak yang beranjak dewasa serta meningkatkan kesejahteraan karyawannya yang sudah berkeluarga agar bisa memenuhi kewajibannya kepada anaknya, sekolah yang menyediakan kesmpatan untuk anak memperoleh pendidikan. seta berbagai elemen masyarakat lainnya yang pada akhirnya harus meletakkan kepentingan terbaik anak didepan.
kata kuci, anak tidak boleh didiskriminasi, harus kepentingan terbaik anak,